Kekuatan topan itu memang masih perkiraan, beberapa ahli mengatakan amukan Haiyan berkecepatan kisaran 190 hingga 195 mph (313,8 Km per jam) bahkan bisa mencapai pucak kekuatan 230 mph (370,1 Km per jam).
Melihat kedashyatan dampak topan, beberapa pihak memperkirakan Haiyan merupakan topan terdahsyat yang pernah dipantau. Dalam kabar yang dilansir Business Insider, Kamis 14 November 2013, sebelum Haiyan juga terdapat sejumlah badai dahsyat, yaitu topan Camille (1969), topan super Tip (1979) dan topan Allen (1980).
Para peneliti bisa mengukur kekuatan topan. Mereka menggunakan satelit atau pesawat guna mengantisipasi datangnya topan sekaligus memperkirakan kekuatannya.
Pesawat Pemburu
Teknik pertama untuk mengukur kekuatan topan yaitu menembus langsung topan dengan pesawat pemburu yang akan menempatkan instrumen cuaca yang disebut GPS dropwindsonde. Perangkat itu mengukur tekanan, kelembapan, suhu, arah dan kecepatan angin saat topan menerpa daratan. Sampai memaksimalkan pencitraan satelit.
Metode ini diterapkan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) AS guna mengukur badai di kawasan Atlantik dan Pasifik Timur yang berpotensi melanda AS.
Guna menempatkan perangkat analisa itu, NOAA menggunakan pesawat khusus mendekati badai, jet Gulfstream IV SP dan pesawat turbo Lockheed WP- 3D Orions (P- 3s).
Pesawat tersebut memainkan peranan integral dalam peramalan topan. Data yang dikumpulkan pesawat ini dikolaborasikan dengan data lain untuk nantinya dimasukkan ke model komputer, yang mendukung peramalan intensitas, kapan dan di mana topan akan mendarat.
Pesawat G-IV sudah digunakan untuk pemantauan sejak 1997 silam. Ini mampu terbang pada ketinggian 45.000 kaki dan kecepatan 4000 mil laut. Data G-IV melengkapi data penelitian pesawat NOAA yang terbang di ketinggian rendah, WP- 3D Orions (P- 3s).
Pesawat P-3 menjalankan misi mendekati badai untuk menyebarkan instrumen GPS dropwindsonde. Perangkat ini terus secara terus menerus mengukur kembali tekanan, kelembapan, suhu, arah angin dan kecepatan badai saat menerpa laut. GPS ini juga memberikan data rinci struktur dan intensitas badai.
Sementara pesawat G-IV hampir sama dengan fungsi pesawat P-3, namun dengan ketinggian yang lebih untuk memperkirakan model peramalan numerik. Daya jelajah jet ini mencakup ribuan kilometer persegi dalam mengelilingi topan, dan mengumpulkan data GPS dropwindsonde pada ketinggian yang lebih.
G-IV juga menambahkan kemampuan karena mampu memetakan kemudi yang mempengaruhi pergerakan topan. Data GPS akan diteruskan ke pesawat melalui satelit National Hurricane Center di Miami and National Centers for Environmental Prediction in Camp Springs, Md.
Pencitraan Satelit
Metode berbeda diterapkan pada kawasan Pasifik barat. Perkiraan intensitas topan tropis di daerah ini menggunakan pencitraan satelit yang disebut teknik Dvorak.
Teknik ini meningkatkan penggunaan sibar infra merah atau pencitraan satelit untuk menunjukkan pola awan sebelum terjadinya badai. Biasanya akan muncul pola cyclogenesis (penguatan sirkulasi topan di atmosfer) sebelum topan topis.
Diharapkan pemantauan ini bisa mendukung pengembangan, analisis badai yang sistematis serta pembuatan serangkaian aturan. Setidaknya teknik ini bisa jadi opsi saat pesawat pemburu topan tak tersedia atau tak memungkinkan terbang.